Tuesday 14 May 2013

Makalah Manajemen Etika Perusahaan



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
 Semakin besar suatu organisasi, maka semakin besar pula tuntutan masyarakat terhadap organisasi tersebut. Banyak lembaga bisnis yang menggunakan segala cara untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu, diharapkan pelaku bisnis dapat menjalankan bisnis yang memenuhi syarat dalam etika bisnis, baik secara moral maupun norma masyarakat. Organisasi sebagai suatu system juga diharapkan dapat memiliki tanggunjawab sosial terhadap masyarakat.
Stakeholder menghendaki agar pelaku bisnis atau perusahaan dengan segala bentuk bisnisnya berperilaku etis dan memiliki tanggung jawab terhadap komunitas, sosial, etika dan hukum. Sistem bisnis beropersi dalam suatu lingkungan dimana perilaku etis, tanggungjawab sosial, peraturan pemerintah dan pihak Stakeholder ini menentukan tingkat keberhasilan yang dapat diraih perusahaan.














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Etika Manajemen dan Kriteria Untuk Pembuatan Keputusan Yang baik
Etika Manajemen
Ø  Apa itu Etika Manejemen ?
Dalam pemikiran umum, etika merupakan kode yang berisi prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang mengatur perilaku orang atau kelompok terkait dengan hal yang benar atau salah. Etika (ethics) menentukan standar sejauh mana sesuatu dalam tingkah laku dan pengambilan keputusan dianggap baik atau buruk. Isu etika hadir dalam sebuah situasi ketika tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sebuah oganisasi dapat menimbulkan manfaat atau kerugian bagi yang lain.[1]
Etika manajemen lebih jauh lagi berbicara mengenai nilai-nilai yang dianut oleh organisasi sehubungan dengan kegiatan bisnis yang dijalankannya. Nilai-nilai ini perlu diperjelas lagi ketika, misalnya, perusahaan dihadapkan kepada berbagai kegiatan bisnis yang sering dijalankan, akan tetapi masih perlu dipertanyakan apakah termasuk etis atau tidak. Di satu sisi perusahaan berupaya untuk mempertahankan loyalitas konsumen dengan memberikan pelayanan tambahan berupa pemberian hadiah, akan tetapi produknya beserta segala jenis kegiatan yang dilakukan di masyarakat. Berdasarkan hal ini, maka manajemen sebuah perusahaan perlu memahami benar konsep etika dalam manajemen ini. Terlebih jika dikaitkan dengan tanggung jawab social yang akan semakin dituntut masyarakat dalam kegiatan bisnis di masa yang akan datang.[2]
Ø  Kriteria pengambilan keputusan
Para manajer yang menghadapi pilihan etika yang sulit ini sering kali mengambil manfaat dari pendekatan normatif yang didasarkan pada norma dan nilai untuk menuntun pengambilan keputusan yang mereka lakukan. Etika normative menggunakan beberapa pendekatan untuk menjelaskan nilai-nilai untuk memandu pengambilan keputusan yang beretika. Keempat pendekatan yang relevan bagi manajer adalah utilitarian, pendekatan individualism, pendekatan hak moral dan pendekatan keadilan.
1.      Pendekatan Utilitarian
Pendekatan utilitarian (utilitarian approach), yang dikemukakan oleh filisuf abad kesembilan belas yaitu Jeremy Bentham dan Jhon Stuart Mill, menyatakan bahwa perilaku moral menghasilkan kebaikan paling utama dengan jumlah sebesar mungkin. Berdesarkan pendekatan ini, seseorang pengambil keputusan diharapkan untuk mempertimbangkan pengaruh masing-masing alternatif keputusan terhadap seluruh pihak dan memilih satu yang mengoptimalkan kepuasan sebagian besar orang.[3] tindakan dan perencanaan harus dinilai berdasarkan akibat dari tindakan tersebut. Keputusan itu diambil berdasarkan kepuasan terbesar bagi pihak lain atau yang terlibat dalam suatu perusahaan.
2.      Pendekatan Individualisme
Pendekatan individualisme (individualism approach) menyatakan bahwa tindakan dianggap bermoral bila mempromosikan kepentingan jangka panjang terbaik seseorang. Tindakan yang dimaksudkan untuk menghasilkan rasio kebaikan terhadap keburukan yang lebih besar bagi seseorang dibandingkan dengan alternative lain adalah hal yang benar untuk dilakukan.[4] Jadi pendekatan ini adalah melalui tindakan yang bermoral yang nanti akan dilihat oleh masyarakat umum yang pada akhirnya membawa kebaikan yang lebih besar lagi.

3.      Pendekartan Hak Moral
Pendekatan Hak Moral (moral-rights approach) menekankan bahwa umat manusia memiliki hk dan kebebasan fundamental yang tidak dapat diambil alih berdasarkan keputusan seseorang. Dengan demikian, keputusan benar yang beretika adalah keputusan yang paling baik dalam mempertahankan hak orang-orang yang dipengaruhi oleh keputusan tersebut.
Enam hak moral harus dipertimbangkan selama proses pengambilan keputusan:
a.    Hak untuk memberikan konsensasi (the right of free consent). Seseorang mendapat suatu perlakuan hanya jika mereka tahu dan dengan bebas memberikan kosensasi untuk mendapatkan perlakuan tersebut.
b.    Hak untuk privaci (the right ti privacy). Seseorang dpaat memilih untuk melakukan sesuatu ketika mereka sedang tidak bekerja dan memiliki control informasi mengenai kehidupan pribadi mereka.
c.    Hak kebebasan menganut kepercayaan (the right of freedom of conscience). Seseorang dapat menolak untuk melakukan suatu perintah yang melanggar norma-norma moral atau agama yang dianutnya.
d.   Hak kebebasan berbicara (the right of free speech) seseorang dapat mengajukan kritik yang jujur terhadap etika atau legalitas orang lain.
e.    Hak memperoleh keadilan (the right to due process).  Seseprang memiliki hak untuk memperoleh proses dengar pendapat yang adil dan perlakuan yang seimbang.
f.     Hak untuk hidup dan memperoeh keselamatan (the right to life and safety). Seseorang memilik hak untuk hidup tanpa menghadapi bahaya atau kekerasan yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa mereka.
Untuk membuat keputusan yang beretika, manajee perlu menghindari tindakan yang ikut mencampuri hak-hak fundamental orang lain. Sebagai contoh, keputusan untuk melakukan penyadapan (memata-matai) karyawan merupakan pelanggaran terhadap hak privaci. Pelecehan seksual merupakan tindakan tidak etis karena melanggar hak kebebasan memiliki kepercayaan. Hak kebebasan berbicara akan mendukung para pembocor (whistle-blower) yang menarik perhatian atas tindakan illegal atau kurang pantas di dalam suatu perusahaan.
4.      Pendekatan Keadilan[5]
Pendekatan keadilan (justice approach) beranggapan bahwa keputusan mpral harus didasarkan pada standar kesetaraan, keseimbangan dan keadilan. Terdapat tiga jenis keadilan yang harus diperhatikan oleh para manajer yaitu:
a.    Keadilan distribusi (distributive justice)
Mengharuskan bahwa perlakuan yang berbeda terhadap seseorang tidak boleh berdasarkan karakteristik yang bersifat arbitrer. Seseorang yang memiliki kemiripan terkait dengan suatu keputusan harus diperlakukan setara. Dengan demikian, pria dan wanita seharusnya tidak menerima gaji yang berbeda, jika mereka melakukan pekerjaan yang sama persis. Namun demikian, orang-orang yang memilik perbedaan dalam hal-hal yang substantive, seperti keterampilan kerja atau tanggung jawab pekerjaan, dapat diperlakukan secara berbeda sebanding dengan perbedaan dalam keterampilan atau tanggun jawab dengan orang lain. Perbedaan ini harus memiliki hubungan yang jelas dengan tujuan dan tugas organisasi.
b.    Keadian procedural (procedural justice)
Mengharuskan aturan untuk dijalankan secara adil. Aturan harus dinyatakan dengan jelas dan diberlakukan secara konsisten dan seimbang.
c.    Keadilan Kompensasi (compensantory justice)
Menyatakan bahwa seseorang harus memperoleh kompensasi atas biaya kerugian yang dialami dari pihak yang bertanggung jawab. Selain itu, seseorang tidak boleh dianggap bertanggung jawab atas hal-hal yang tidak dapat dikendalikan.
Pendekatan keadilan ini paling mirip dengan pemikiran yang mendasari domain hukum, karena mengasumsikan bahwa keadilan ditegakkan melalui aturan dan peraturan. Teori ini memerlukan perhitungan yang rumit seperti yang dituntut dalam pendekatan utilitarian atau membenarkan kepentingan diri sendiri seperti pendekatan individualism. Namun demikian, pendekatan ini membenarkan perilaku yang etis untuk tindakan melakukan koreksi atas kesalahan yang lalu, bertindak adil berdasarkan aturan dan mengakui perbedaan yang relevan dengan pekerjaan sebagai dasar untuk perbedaan tingkat pembayaraan atau kesempatan promosi. Kebanyakan undang-undang yang mengatur manajemen sumber daya manusia didasarkan pada pendekatan keadilan.[6]

B.     Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Yang Etis
1.        Manajer
Manajer membawa pengaruh berupa kepribadian dan perilaku terhadap pekerjaan. Kebutuhan pribadi, pengaruh keluarga, dan latar belakang agama seluruhnya membentuk system nilai seorang manajer. Karakteristik pribadi yang khusus, seperti kekuatan ego, percaya diri, dan rasa kebebasan yang kuat memungkin manajer untuk membuat keputusan yang etis.
Satu karakter pribadi yang penting adalah tahap perkembangan moral. Pada tahap prakonvensional, individu memerhatikan penghargaan dan hukuma dari eksternal dan mematuhi otoritas untuk menghindari konsekuensi pribadi yang fatal. Dalam konteks organisasi, tahap ini dapat dihubungkan dengan para manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan otoriter atau memaksa, dengan karyawan yang berorientasi pada pencapaian tugas tertentu. Pada tahap kedua, yang disebut sebagai tahap konvensi, orang mulai belajar untuk memenuhi ekspektasi perilaku yang baik seperti yang dimaksudkan oleh para kolega, keluarga, teman, dan masyarakat. Kolaborasi kelompok kerja merupakan cara yang lebih disukai untuk pencapaian tujuan organisasi dan manajer menggunakan gaya kepemimpinan yang mendorong hubungan antarpribadi dan kerja sama. Pada tahap pascakonvensional atau tahap berprinsip, para individu dipandu oleh sekumpulan nilai dan standar internal bahkan akan melanggar aturan atau hukum yang bertentangan dengan prinsip ini.[7]
2.        Organisasi
Dalam organisasi, pengaruh yang penting terhadap perilaku yang etis adalah adanya norma dan nilai tim, departemen, dan organisasi secara keseluruhan. Riset menunjukkan bahwa nilai-nilai ini sangat memengaruhi tindakan dan proses pengambilan keputusan oleh karyawan. Secara khusus, budaya perusahaan memungkinkan karyawan tahu kenyakinan dan perilaku seperti apa yang didukung oleh perusahaan dan seperti apa yang tidak dapat ditoleransi oleh perusahaan.
Budaya dapat diamati untuk melihat jenis-jenis signal etika yang diberikan kepada para karyawan. Standar etika yang tinggi dapat ditegaskan dan dikomuikasikan melalu penghargaan public atau upacara resmi..
Budaya bukanlah satu-satunya aspek dari organisasi yang memengaruhi etika, namun merupakan suatu kekuatan yang besar karena menentukan nilai-nilai perusahaan. Aspek organisasi yang lain, seperti aturan dan kebijakan yang eksplisit, system seleksi, penekanan pada standar hukum dan professional. Serta proses kepemimpinan dan pengambilan keputusan, juga dapat memengaruhi nilai etika dan proses pengambilan keputusan oleh manajer.[8]

C.    Tanggung Jawab Sosial
Apa itu tanggung jawab sosial?
Definisi formal dari tanggung jawab sosial (social responsibility) adalah kewajiban manajemen untuk membuat pilihan dan mengambil tindakan yang akan memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan dan kepentingan masyarakat serta organisasi itu sendiri.[9] Meski terlihat mudah dalam definisinya, tanggung jawab sosial merupakan konsep dasar yang sukar untuk dipahami karena setiap orang memiliki keyakinan yang berbeda mengenai tindakan apa  untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tanggung jawab sosial mencakup sejumlah isu, kebanyakan di antaranya bersifat ambigu terkait dengan masalah benar atau salah.[10]

A.      Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Perusahaan)
Wacana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang kini menjadi isu sentral yang semakin populer dan bahkan ditempatkan pada posisi yang terhormat. Karena itu kian banyak pula kalangan dunia usaha dan pihak-pihak terkait mulai merespon wacana ini, tidak sekedar mengikuti tren tanpa memahami esensi dan manfaatnya. Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep tata kelola perusahaan yang baik (Good Coporate Governance). Diperlukan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) agar perilaku pelaku bisnis mempunyai arahan yang bisa dirujuk dengan mengatur hubungan seluruh kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders) yang dapat dipenuhi secara proporsional, mencegah kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi korporasi dan memastikan kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.
Konsep ini mencakup berbagai kegiatan dan tujuannya adalah untuk mengembangkan masyarakat yang sifatnya produktif dan melibatkan masyarakat didalam dan diluar perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, meski perusahaan hanya memberikan kontribusi sosial yang kecil kepada masyarakat tetapi diharapkan mampu mengembangkan dan membangun masyarakat dari berbagai bidang.
Definisi CSR menurut World Business Council on Sustainable Development adalah komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas. Definisi lain, CSR adalah tanggung jawab perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, sosial dan lingkungan.[11]
CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan” di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.[12]
CSR merupakan tanggung jawab  aktivitas sosial kemasyarakatan yang tidak berorientasi profit. Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P (profit, planet, dan people).[13] Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit), tetapi memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Sehingga John Elkington dalam bukunya ”Triple Bottom Line” menegaskan bahwa dengan 3P tipe yaitu: Profit yaitu mendukung laba perusahaan, People yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Planet meningkatkan kualitas lingkungan.

CSR di Indonesia
Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (corporate social activity) atau aktivitas sosial perusahaan. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Dengan dasar hukum sebagai berikut:
1.    UU 40 tahun 2007 yang berisi peraturan mengenai diwajibkannya melakukan CSR. Direksi yang bertanggung jawab bila ada permasalahan hukum yang menyangkut perusahaan & CSR.
2.    Penjelasan pasal 15 huruf b UU Penanaman Modal menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat “.
3.    Pasal 1 angka 3 UUPT, tangung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya.[14]
Prinsip-prinsip dalam CSR
Prinsip pertama, adalah kesinambungan atau sustainability. Ini bukan berarti perusahaan akan terus-menerus memberikan bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program yang dirancang harus memiliki dampak yang berkelanjutan. CSR berbeda dengan donasi bencana alam yang bersifat tidak terduga dan tidak dapat di prediksi. Itu menjadi aktivitas kedermawanan dan bagus.
Prinsip kedua, CSR merupakan program jangka panjang. Perusahaan mesti menyadari bahwa sebuah bisnis bisa tumbuh karena dukungan atmosfer sosial dari lingkungan di sekitarnya. Karena itu, CSR yang dilakukan adalah wujud pemeliharaan relasi yang baik dengan masyarakat. Ia bukanlah aktivitas sesaat untuk mendongkrak popularitas atau mengejar profit.
Perinsip ketiga, CSR akan berdampak positif kepada masyarakat, baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Perusahaan yang melakukan CSR mesti peduli dan mempertimbangkan sampai kedampaknya.
Prinsip keempat, dana yang diambil untuk CSR tidak dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan sebagaimana budjet untuk marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan ke harga jual produk. “CSR yang benar tidak membebani konsumen.[15]
Prinsip-prinsip diatas harus dipegang dan diterapkan perusahaan kepada seluruh stakeholder demi kemajuan dan kesuksesan perusahaan dalam memenuhi kewajiban perusahaan yaitu memproduksi barang yang dibutuhkan masyarakat.

B.       Peran tanggung jawab sosial
Terdapat dua pandangan tentang kepada siapa organisasi bertanggung jawab sosial, yaitu sebagai berikut:
1.    Model pemegang saham (stakeholder) : pandangan tentang tanggung jawab sosial yang menyebutkan bahwa sasaran organisasi yang utama adalah memaksimalkan keuntungan bagi manfaat para pemegang saham
2.    Model pihak yang berkepentingan (stakeholder): Teori tentang tanggung jawab sosial perusahaan yang mengatakan bahwa tanggung jawab manajemen yang terpenting, kelangsungan hidup jangka panjang (bukan hanya memaksimalkan laba), dicapai dengan memuaskan keinginan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan (bukan hanya pemegang saham).
Bertanggung jawab bagi berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) menimbulkan dua pertanyaan pokok. Pertama, bagaimana perusahaan mengenali stakeholder organisasi? kedua, bagaimana perusahaan mengimbangi kebutuhan dari stakeholder yang berbeda? Untuk menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut, dapat melalui dengan membedakan stakeholder primer dan sekunder.
a.     Stakeholder primer
Stakeholder Primer adalah kelompok-kelompok, seperti pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, pemerintah, dan masyarakat sekitar, dimana organisasi bergantung untuk kelanjutan hidup jangka panjang. Stakeholder Primer adalah kelompok-kelompok, seperti pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, pemerintah, dan masyarakat sekitar, dimana organisasi bergantung untuk kelanjutan hidup jangka panjang.
b.    Stakeholder sekunder
Stakeholder Sekunder adalah media dan kelompok khusus yang berkepentingan, yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan.



C.       Model Tanggung Jawab Sosial
Menurut Saidi dan Abidin, ada empat model pola tanggung jawab sosial di Indonesia:
1.    Keterlibatan langsung.
Perusahaan menjalankan program tanggung jawab sosial secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan kepada masyarakat tanpa perantara.
2.    Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan.
Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya.
3.    Bermitra dengan pihak lain.
Perusahaan menjalankan tanggung jawab sosial dengan lembaga sosial atau organisasi non pemerintah, Instansi pemerintah, Universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatana sosialnya,
4.    Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium.
Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota, atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu.

D.      Bidang tanggung jawab sosial
Bidang tanggung jawab sosial suatu organisasi, meliputi:
·       Tanggung jawab di bidang etika
Norma-norma etika berlaku dimanapun dan kapan pun. Manajer harus berupaya memegang teguh norma-norma etika yang diakui secara umum dalam dunia bisnis dengan memperhitungkan faktor situasi, kondisi, waktu, dan tempat
·       Tanggung jawab di bidang hukum
Aspek hukum dan peraturan perundang-undangan yang dimaksud mencangkup berbagai hal, yaitu : keabsahan organisasi (izin usaha, investasi, pemilikan, izin tinggal, tenaga kerja, ekspor-impor).
·       Tanggung jawab di bidang ekonomi
Inti tanggung jawab sosial organisasi di bidang ekonomi terletak dari peran sertanya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat demi negara.

E.   Contoh Tanggung Jawab Sosial
Contoh perusahaan yang menerapkan tanggung jawab sosial sebagai bentuk social investment adalah PT. Pertamina. Bentuk-bentuk nyata dan contoh bahwa PT. Pertamina telah menerapkan tanggung jawab sosial di antaranya:[16]
·         Kesehatan
Melakukan khitanan gratis setiap tahun bagi masyarakat yang kurang mampu.
·         Pendidikan
Memberikan bantuan kaca mata gratis kepada siswa sekolah dasar yang dilalui oleh pipa PT. Pertamina, merenovasi bangunan fisik SMUN 2 Dumai.
·         Lingkungan
PT. Pertamina memberikan air bersih gratis kepada masyarakat yang tinggal di sekitar komplek PT.pertamina dan sekitar kilang PT. Pertamina dan pemberian drum sampa pada masyarakat kelurahan Bukit Datuk.
·         Keagamaan
Memberikan bantuan 53 ekor sapi pada saat hari raya Idul Adha 1431 H.


D.    Pihak-pihak Yang Berkepentingan Terhadap Organisasi
Lingkungan organisasi terdiri atas beberapa sektor, baik dalam lingkunan tugas maupun umum. Dari perspektif tanggung jawab sosial, organisasi yang mendapatkan pencerahan memandang lingkungan internal dan eksternal sebagai pihak-pihak yang berkepentingan.
Pihak yang berkepentingan (stakeholder) adalah setiap kelompok di dalam atau di luar perusahaan yang memiliki kepentingan terhadap kinerja organisasi.[17] Setiap pihak yang berkepentingan memiliki kriteria responsif yang berbeda di dalam organisasi. Contohnya, Wal Mart menggunakan taktik penawaran harga yang agresif dengan para pemasok sehingga mampu menyediakan harga yang rendah terhadap para pelanggan. Beberapa pihak yang berkepentingan memandang hal itu sebagai perilaku yang memiliki tanggung jawab sosial karena memberikan manfaat kepada para pelanggan dan memaksa para pemasok untuk menjadi lebih efisien. Namun, pihak yang lain berpendapat bahwa taktik yang agresif ini merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan membuat para pemasok tidak mampu membayar para karyawannya dengan gaji yang pantas.[18]
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam suatu perusahaan antara lain investor, pemegang saham, karyawan, pelanggan dan pemasok. Bila salah satu kelompok pihak-pihak yang berkepentingan ini menjadi sangat tidak puas, maka kelangsungan hidup organisasi akan terancam. Selain itu, pihak-pihak lain yang juga berkepentingan adalah pemerintah dan masyarakat. Masyarakat meliputi pemerintah lokal, lingkungan alam dan fisik, dan kualitas hidup yang tersedia bagi para penghuni di sekitarnya. Kelompok dengan tujuan khusus yang juga berkepentingan antara lain asosiasi dagang, komite tindakan politik, asosiasi profesional, dan kelompok perlindungan konsumen.[19]
Organisasi yang memiliki tanggung jawab sosial mempertimbangkan pengaruh tindakan mereka bagi seluruh kelompok pihak-pihak yang berkepentingan dan dapat menginvestasikan sejumlah besar pemberian filantropi yang memberi manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Saat ini, kelompok dengan kepentingan khusus masih terus menjadi satu pihak yang berkepentingan terbesar yang harus dihadapi oleh perusahaan.

E.     Mengevaluasi Kinerja Sosial Perusahaan
Dalam menjalankan suatu perusahaan, terdapat evaluasi kinerja sosial perusahaan. Evaluasi kinerja sosial perusahaan menunjukkan bahwa keseluruhan tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi empat kriteria yaitu, ekonomi, hukum, etika, dan tanggung jawab diskresi. Keempat kriteria ini akan bersama-sama membentuk responsivitas sosial perusahaan.
1.      Tanggung jawab ekonomi
Institusi bisnis merupakan unit ekonomi dasar dari suatu masyarakat, tanggung jawabnya adalah menghasilkan barang dan jasa yang diinginkan masyarakat dan memaksimalkan keuntungan untuk pemilik dan pemegang saham.[20] Tanggung jawab ini harus dipenuhi oleh perusahaan karena ini adalah cara perusahaan tersebut agar tetap eksis dan bisa mengembangkan perusahaannya.
2.      Tanggung Jawab legal
Kalangan bisnis diharapkan untuk memenuhi tujuan ekonomi mereka didalam kerangka hukum.[21] Hukum ini ditentukan oleh pemerintah yang harus dipatuhi oleh perusahaan ketika menjalankan suatu perusahaan. Organisasi yang melakukan kegiatan produksi secara ilegal atau cacat, pada akhirnya akan membayar akibat dari mengabaikan langgung jawab legal mereka.
3.      Tanggung Jawab Etika
Tanggung jawab etika mencakup perilaku bertindak dalam suatu organisasi dengan adil, setara, seimbang, terkait dengan hak-hak individu dan memberi perlakuan yang berbeda kepada mereka.[22] Perilaku etis ini harus dimiliki oleh para pegawai dan ditanamkan kepada individu masing-masing, agar terhindar dari perilaku yang tidak etis.
4.      Tanggung Jawab Diskresi
Bersifat sukarela dan dipandu oleh keinginan perusahaan untuk melakukan kontribusi sosial yang tidak diwajibkan oleh ekonomi, hukum, dan etika. Kegiatan diskresi meliputi kontribusi filantropi dalam jumlah yang besar yang tidak megharapkan pembayaran kembali pada perusahaan.[23] Seperti sebuah perusahaan memberikan makan kepada orang-orang pinggir jalan, memberi santunan dalan jumlah yang besar, dan lain sebagainya. Tanggung jawab ini adalah tangung jawab sosial yang tertinggi, karena iniangung jawab ini memberikan kontribusi kesejahteraan bagi masyarakat. 

F.     Mengelolah Etika dan Tanggung Jawab Perusahaan
Manajemen bertanggung jawab untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi dimana orang mampu berperilaku seperti keinginan sendiri. Manajemen harus mengambil langkah aktif untuk memastikan bahwa perusahaan masih berada dalam garis batas etika, praktik bisnis yang beretika bergantung pada individu manajer dan nilai, kebijakan, dan praktik organisasi.[24] Dalam organisasi yang beretika harus terdapat tiga pilar, yaitu individu yang beretika, kepemimpinan beretika, struktur dan sistem organisasi
1.      Individu yang beretika
Etika sebagai keyakinan pribadi seseorang mengenai apakah suatu perilaku, tindakan, atau keputusan adalah salah atau benar, Perilaku yang etis tergantung pada orangnya, perilaku ini biasanya merujuk pada perilaku yang sesuai dengan norma sosial yang  diterima secara umum. Oleh karena itu, perilaku yang tidak etis adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang diterima secara umum.[25] Inti etika adalah perilaku atau tindakan, tinggal bagaimana pandangan dari masyarakat, apakah perilaku kita baik atau buruk, jika masyarakat menilai baik. Maka otomatis perilaku atau tindakan kita diterima oleh masyarakat. Sebaliknya, jika masyarakat menilai perilaku kita buruk. Maka perilaku kita tidak diterima oleh masyarakat.
2.      Kepemimpinan Beretika
Cara yang paling utama bagi para pemimpin dalam menetapkan arah atika organisasi adalah melalui tindakan mereka sendiri, selain itu para pemimpin membuat omitmen terhadap nilai etikadan membantu yang lain diseluruh organisasi yang mencerminkan nilai-nilai tersebut.[26] Jika pemimpin dalam suatu perusahaan itu sudah mempunyai etika atau nilai-nilai yang baik, maka seluruh bawahan akan mengikutinya, sehingga perusahaan tersebut bisa berjalan sesuai harapan.
3.      Struktur dan Sistem Organisasi
Pilar ketiga dari organisasi yang beretika adalah sejumlah alat yang digunakan oleh manajer untuk membentuk dan mempromosikan perilaku yang beretika diseluruh organisasi yaitu:
a)      Kode etik, merupakan pernyataan formal mengenai nilai perusahaan yang berkaitan dengan isu etika dan sosial.
b)      Struktur etik, merupakan berbagai sistem, posisi, dan program yang dilakukan sebuah perusahaan untuk melaksanakan perilaku yang beretika.
c)      Pembocoran kabar, pengungkapan oleh karyawan atas praktik yang ilegal, tidak bermoral, dan tidak sah dilakukan. Sedikit bayak bergantung pada individu yang bersedia membocorkan kabar jika mereka mengetahui ada praktek-praktek yang tidak sah, perusahaan harus memandang pembocoran kabar ini bermanfaat bagi perusahaan dan melakukan upaya yang didedikasikan untuk melindungi para pembocor kabar.[27]





BAB III
KESIMPULAN

Etika bisnis suatu kode etik perilalku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dan pedoman berprilaku dalam menjalankan kegiatan perusahaaan atau berusaha Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Adapun manfaat perusahaan berperilakuy etis adalah:
1)      Perusahaan yang etis dan memiliki tanggung jawab social mendapatkan rasa hormat dari steakholder.
2)      Kerangka kerja yang kokoh memandu manager dan karyawan perusahaan sewaktu berhadapan dengan rumitnya pekerjaan dan tantangan jaringan kerja yang semakin komplek.
3)      Suatau perusahaan akan terhindar dari seluruh pengaruh yang merusak berkaitan dengan reputasi.
4)      Banyak perusahaan yang menerapkan perilaku etis dan tanggung jawab social dapat menambah uang dalam bisnis mereka, Selain etika, yang tidak kalah penting adalah tanggung jawab perusahaan, yaitu kepada lingkungan, karyawan, pelanggan, investor dan masyarakat sekitarnya.










DAFTAR ISI

L. Daft Richard. Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. 2008.
Tisnawati Ernie dan Kurniawan Saefullah, Pengantar manajemen edisi 1, Jakarta: Kencana. 2009,
W. Griffin Ricky. Manajemen. Jakarta: Erlangga. 2004.
http://www.pakbendot.com/2012/07/makalah-tentang-peran-corporate-social.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan
http://purwoko-hadi.mhs.narotama.ac.id/tugas-makalah-csr/
http://auliayoel.blogspot.com/2011/12/etika-manajerial-dan-tanggung-jawab.html


[1]  Richard L. Daft, Manajemen, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm 201
[2] Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah, Pengantar manajemen edisi 1, (Jakarta: Kencana, 2009) hlm.83
[3]  Richard L. Daft, management.., hlm.205
[4]  Ibid, …hlm. 205-206
[5] Ibid,…..hlm.206
[6]  Ibid, …..hlm.207-208
[7]Ibid,….hlm.208-2010
[8]Ibid. 211-213
[9]Ibid. 213
[10] ibid
[11] http://www.pakbendot.com/2012/07/makalah-tentang-peran-corporate-social.html
[12] http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan
[13] http://purwoko-hadi.mhs.narotama.ac.id/tugas-makalah-csr/
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] http://auliayoel.blogspot.com/2011/12/etika-manajerial-dan-tanggung-jawab.html
[17] Richard L. Daft, Manajemen. hlm. 214
[18] Ibid hlm. 215
[19] Ibid hlm. 215
[20] Richard L. Daft, Manajemen,.. hlm 221
[21] Ibid
[22] Ibid, hlm 222
[23] Ibid
[24] Ibid, hlm 224-225
[25] Ricky W. Griffin, Manajemen, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 100
[26] Richard L. Daft, Manajemen,.. hlm 226
[27] Ibid. Hal 227-230

No comments:

Post a Comment